Friday, December 3, 2010

Defisiensi G6PD

Defisiensi G6PD merupakan penyakit dengan gangguan herediter pada aktivitas eritrosit (sel darah merah), di mana terdapat kekurangan enzim glukosa-6-fosfat-dehidrogenase (G6PD). Enzim G6PD ini berperan pada perlindungan eritrosit dari reaksi oksidatif. Karena kurangnya enzim ini, eritrosit jadi lebih mudah mengalami penghancuran (hemolisis). Terjadinya hemolisis ditandai dengan demam yang disertaijaundice (kuning) dan pucat di seluruh tubuh dan mukosa. Urin juga berubah warna menjadi jingga-kecoklatan; ditemukan tanda syok (nadi cepat dan lemah, frekuensi pernapasan meningkat), dan tanda kelelahan umum.

Hemolisis ini dapat dipicu oleh konsumsi obat-obatan. Selain obat-obatan, makanan tertentu juga dapat memicu timbulnya serangan hemolitik pada anak dengan defisiensi G6PD; misalnya kacang fava (fava beans) dan kacang-kacangan tertentu. Berikut ini adalah daftar obat-obatan yang perlu dipertimbangkan pemberiannya pada pasien defisiensi G6PD.


Berisiko sangat tinggi (defisiensi ringan termasuk)

Berisiko tinggi (defisiensi ringan tidak termasuk)

Berisiko jika dikonsumsi dalam dosis tinggi

Arsin

Asetilfenilhidrazin

Betanaftol

Dapson (diafenilsulfon)

Dimerkaprol

Furazolidon

Menadiol-Na-sulfat (vitamin K4 Na-sulfat)

Menadion (menafton)

Menadion-Na-bisulfit (vitamin K3 Na-bisulfit)

Metilen biru

Naftalin

Na-aldesulfon

Na-glukosulfon

Niridazol

Nitrofurantoin

Nitrofurazon

Pamakuin

Pentakuin

Primakuin

Probenesid

Stibofen

Sulfasetamid

Sulfadimidin

Sulfametoksazol

Sulfanilamid

Sulfapiridin

Sulfasalazin

Toluidin biru

Asam asetilsalisilat (aspirin)

Asam nalidiksat

Asam paraaminosalisilat

Asetanilid

Doksorubisin

Fenasetin

Glibenklamid

Kloramfenikol

Klorokuin

Kuinakrin

Siprofloksasin (adult only)

Sulfafurazol

Aminopirin

Antazolin

Antipirin

Asam askorbat (vitamin C)

Asam paraaminobenzoat (PABA)

Benzheksol

Difenhidramin

Dopamin dan L-dopa

Fenilbutazon

Fenitoin

Fitomenadion (vitamin K1)

Isoniazid (INH)

Klorguanidin

Kolkisin

Kuinidin

Kuinin (kina)

Norfloksasin (adult only)

Parasetamol

Pirimetamin

Proguanil

Prokainamid

Streptomisin

Sulfadiazin

Sulfaguanidin

Sulfamerazin

Sulfametoksipiridazin

Sulfasitin

Sulfisoksazol

Triheksifenidil

Trimetoprim

Tripelenamin

World Health Organization (WHO), mengklasifikasikan varian mutan G6PD berdasarkan pengukuran aktivitas enzim dan ada atau tidaknya anemia hemolitik, kemudian dibagi lagi atas dasar mobilitas elektroforesis dalam setiap varian sebagai berikut :

1. Klas I: varian G6PD yang defisiensi enzimnya sangat berat (aktivitas enzim kurang dari 10% dari normal) dengan anemia hemolitik kronis.
2. Klas II: varian G6PD yang defisiensi enzimnya cukup berat (aktivitas enzim kurang dari 10% dari normal) namun tidak ada anemia hemolitik kronis.
3. Klas III: varian G6PD dengan aktivitas enzimnya antara 10%-60% dari normal dan anemi hemolitik terjadi bila terpapar bahan oksidan atau infeksi.
4. Klas IV: varian G6PD yang tidak memberikan anemia hemolitik atau penurunan aktivitas enzim G6PD
5. Klas V: varian G6PD yang aktivitas enzimnya meningkat.
Varian klas IV dan klas V secara biologis, genetik dan antropologis tidak didapat gejala klinik.

Anemia hemolitik akut akibat induksi obat

Sebagian besar manifestasi varian mutan gen G6PD yang mengakibatkan defisiensi enzim G6PD kurang dari 60% dari normal, terjadi setelah paparan obat atau bahan kimia yang memicu terjadi anemia hemolitik akut. Umumnya, setelah satu sampai tiga hari terpapar bahan bahan tersebut, penderita akan mengalami demam, letargi, kadang disertai gejala gastrointestinal. Hemoglobinuria merupakan tanda cardinal terjadinya hemolisis intravascular ditandai dengan terjadinya urine berwarna merah gelap hingga coklat. Kemudian timbul ikterus dan anemia yang disertai takikardia. Pada beberapa kasus berat dapat terjadi syok hipovolemik. Dapat terjadi komplikasi berupa Acute tubular necrosis pada episode hemolitik, terutama bila terdapat penyakit dasar berupa gangguan hepar seperti hepatitis.

Anemia Hemolisis akut karena infeksi

Infeksi merupakan penyebab paling umum terjadinya hemolisis. Infeksi bakteri dan virus seperti Hepatitis, Salmonella, Escherchia coli, Streptoccus β hemolitikus dan Rickettsia, dapat menyebabkan anemia hemolitik pada penderita defisiensi G6PD dan mekanisme terjadinya hemolisis belum jelas. Salah satu sebab yang dapat menjelaskan hubungan infeksi dengan hemolisis adalah akibat proses fagositosis. Lekosit menghasilkan radikal oksigen aktif selama proses fagositosis yang mengakibatkan kerusakan membran eritrosit. Hemolisis yang terjadi karena dipicu oleh infeksi biasanya ringan.

Hemolisis dapat timbul satu sampai dua hari setelah onset terjadinya infeksi dan dapat menimbulkan anemia ringan. Biasanya terjadi pada pasien dengan klinis pnemoni atau demam tifoid. Infeksi virus hepatitis pada pasien defisiensi G6PD dapat memperparah timbulnya ikterus.

Jumlah dan produksi retikulosit rendah dan hal ini akan pulih setelah infeksi primer dapat disembuhkan

Anemia Hemolitik akut karena Favism

Manifestasi klinik defisiensi enzim G6PD lainnya yang dapat menyebabkan anemia hemolitik adalah anemia hemolitik yang disebabkan konsumsi fava bean, Vicia faba. Penderita favisme selalu defisiensi enzim G6PD namun tidak semua penderita defisiensi G6PD bisa menderita favisme. Diduga terdapat faktor genetik lainnya yang berhubungan dengan metabolisme bahan aktif dari fava bean.

Favisme merupakan salah satu efek hematologi yang paling berat pada penderita defisiensi G6PD. Manifestasi klinis yang timbul dapat lebih hebat dibandingkan anemia hemolisis yang disebabkan oleh obat. Hemolisis dapat timbul beberapa jam hingga beberapa hari setelah konsumsi kacang.

Favisme banyak didapatkan pada anak dibanding pada dewasa. Terutama pada varian mutan gen defisiensi G6PD tipe Mediteranean, varian mutan gen G6PD lainnya yang dapat mengalami favisme adalah tipe G6PD A-. Gejala yang timbul pada anak berupa gelisah hingga letargi beberapa jam setelah terpapar fava bean. Dalam waktu 24 – 48 jam dapat timbul demam disertai mual muntah, nyeri abdomen dan diare. Urine berwarna merah hingga coklat gelap yang dapat berlangsung selama beberapa haril. Ikterus timbul bersama terjadinya urine yang gelap. Anak tampak pucat, terdapat takikardia. Pada beberapa kasus, dapat terjadi syok hipovolemi dengan segera yang dapat berakibat fatal hingga terjadi gagal jantung. Biasanya terdapat pembesaran hepar dan limpa yang ringan.

Adanya kasus maternal favisme pada ibu hamil dilaporkan menyebabkan hemolisis pada bayi penderita defisiensi G6PD yang disusui, bahkan dapat terjadi hydrops fetalis.

Manifestasi non hematologi

Beberapa kasus defisiensi G6PD dilaporkan dapat memberikan manifestasi non hematologi. Dilaporkan bahwa defisiensi G6PD dapat mengakibatkan juvenile cataract pada lensa mata. Bahkan bilateral cataract ditemukan pada anak dengan defisiensi G6PD. Pada penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa aktivitas enzim G6PD hanya sebesar 40% dibanding individu normal.
Defisiensi G6PD juga dapat menyebabkan kejang otot, kelelahan pada otot, gangguan kehamilan, katarak dan infeksi yang berulang. Dilaporkan pula bahwa defisiensi aktivitas G6PD pada lekosit dan netrofil dapat menyebabkan defek pada sistem imun yang menyebabkan infeksi berulang dan terbentuknya granuloma pada beberapa kasus. Defisiensi G6PD menunjukkan heterogenitas genetik yang cukup kompleks dan bervariasi dari satu populasi ke populasi lain. Varian mutasi gen G6PD yang berbeda dapat menentukan ringan beratnya gejala klinik serta berbagai akibat lain yang cukup serius dan dapat mengancam kehidupan

Tata Laksana

Defisiensi enzim G6PD yang dapat menyebabkan anemia hemolitik, ikterus maupun manifestasi non hemolitik merupakan kelainan genetik yang diwariskan secara X-linked resesif. Karena itu, kelainan ini tidak dapat disembuhkan. Tata laksana utama kelainan enzim G6PD berupa upaya pencegahan.
Upaya pencegahan hanya dapat dilakukan bila telah diketahui masalah yang harus dihadapi. Untuk itu merupakan hal penting untuk mendapatkan karakteristik gen G6PD dan pola variasi gen G6PD sehingga membantu untuk diagnosis dini dan mempelajari sejauh mana permasalahan defisiensi G6PD ini sebagai etiologi penyebab anemia hemolitik atau gejala klinis yang lain.
Upaya pencegahan dapat dibagi menjadi pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.

Upaya pencegahan primer

Upaya pencegahan primer termasuk skrining untuk mengetahui frekuensi (angka kejadian) kelainan enzim G6PD di masyarakat yang membantu diagnosis dini karena sebagian besar defisiensi G6PD tidak menunjukkan gejala klinis, sehingga pemahaman mengenai akibat yang mungkin timbul pada penderita defisiensi G6PD yang terpapar bahan oksidan masih belum sepenuhnya dipahami serta disadari yang dapat mengakibatkan diagnosis dini terlewatkan.
Masih termasuk pencegahan primer yaitu dengan memberikan informasi dan pendidikan kepada masyarakat mengenai kelainan enzim G6PD, termasuk berupa konseling genetik pada pasangan resiko tinggi.

Upaya pencegahan sekunder

Upaya pencegahan sekunder berupa pencegahan terpaparnya penderita defisiensi enzim G6PD dengan bahan bahan oksidan yang dapat menimbulkan manifestasi klinis yang merugikan seperti yang terdapat pada tabel III sehingga dapat tercapai sumber daya manusia yang optimal.
Sekali diagnosa defisien enzim G6PD ditegakkan, orang tua harus dianjurkan untuk menghindari bahan bahan oksidan termasuk obat obat tertentu, juga harus dijelaskan mengenai resiko terjadinya hemolisis pada infeksi berulang. Selain itu juga perlu dilakukan skrining G6PD pada saudara kandung dan anggota keluarga yang lainnya.

Upaya pencegahan tersier

Upaya pencegahan tersier berupa pencegahan terjadinya komplikasi akibat paparan bahan oksidan maupun infeksi yang menimbulkan gejala klinik yang merugikan, seperti mencegah terjadinya kern ikterus pada hiperbilirubinemi neonatus yang dapat menyebabkan retardasi mental, mencegah kerusakan ginjal maupun syok akibat hemolisis akut masif maupun mencegah terjadinya juvenile katarak pada penderita defisiensi enzim G6PD.

Imunisasi

Beberapa jenis imunisasi yangdianjurkan bagi penderita defisien enzim G6PD adalah imunisasi hepatitis A dan B. Imunisasi terhadap parvovirus B19 dianjurkan karena infeksi virus ini dapat menyebabkan krisis aplastik pada penderita defisien enzim G6PD. Imunisasi terhadap pnemococcus, meningococcus dan hemophilus dalam vaksin polivalen juga direkomendasikan terutama bagi penderita yang akan menjalani operasi splenektomi.

RINGKASAN

1. G6PD merupakan satu-satunya enzim yang menyediakan NADPH yang dibutuhkan sebagai kofaktor untuk meredam senyawa oksidan (ROS) didalam sel eritrosit. Kekurangan enzim ini diturunkan secara X-linked resesif dapat menyebabkan hemolisis pada eritrosit dan manifestasi klinis lainnya terkait berkurangnya perlindungan sel terhadap senyawa oksidan.
2. Prevalensi penderita defisiensi G6PD cukup tinggi di dunia, Asia Tenggara maupun di Indonesia. Terutama di daerah endemis malaria, kelainan ini dapat memberikan keuntungan selektif bagi individu penderita untuk survive terhadap malaria.
3. Berdasarkan penelitian dan analisis molekuler selama lebih dari 40 tahun sejak defisiensi enzim G6PD diidentifikasikan, jenis varian G6PD didapatkan 442 varian dan diduga 400 juta penduduk dunia menderita kelainan ini. Berbagai jenis mutasi (varian) gen G6PD dapat mengakibatkan penurunan aktivitas G6PD. Mutasi pada exon 6 dan exon 10 dapat menyebabkan gejala klinis (anemia hemolitik) yang berat. Gejala klinis pada umumnya asimptomatik, namun bila terpapar bahan oksidan, infeksi atau makan fava beans mempunyai potensi terjadinya anemia hemolitik, ikterus neonatorum (neonatal jaundice) yang sering mengakibatkan kerusakan syaraf permanen dan dapat menyebabkan kematian. Selain itu dapat juga menimbulkan katarak, kelelahan otot dan infeksi berulang.
4. Tata laksana hanya dititikberatkan pada upaya pencegahan, sebagaimana penyakit herediter lainnya. Upaya pencegahan terbagi menjadi pencegahan primer, pencegahan sekunder maupun pencegahan tersier.

Sumber :

http://hnz11.wordpress.com/2009/05/14/obat-obatan-vs-defisiensi-g6pd/

Thursday, December 2, 2010

Melepaskan Keegoisan Seorang Ibu

Gabriel sudah berusia 6 bulan di bulan November ini, berarti waktunya untuk cek lab kembali nilai G6PD nya. Pada hari Senin pagi tgl 22 Nov, kami kembali cek lab untuk G6PD nya, dan hasilnya akan selesai dalam 3 hari, tetapi kemudian hasilnya baru selesai setelah 1 minggu. Saat akan mengambil hasil lab, kami begitu yakin Tuhan menjawab permintaan kami bahwa Gabriel pasti Tuhan sembuhkan dari defisiensi G6PD, kemudian kami akan bersaksi bahwa Tuhan baik telah melakukan mujizat kembali untuk anak kami Gabriel (karena defisiensi G6PD merupakan penyakit yang tidak ada obatnya dan bersifat tetap seumur hidup). Dan juga aku akan "selesai berpuasa", kami akan kembali bebas pergi kemanapun dan memakai apapun yang kami sukai.
Pada hari Sabtu sore tgl 27 di bulan November, dengan suasana agak mendung karena sehabis hujan deras, masih di tempat parkir kami membuka hasil lab tersebut dan ternyata hasilnya nilai enzim G6PD Biel adalah 1,3 padahal nilai rujukannya untuk new born adalah 6.9-20.25, adult: 4.6-13.5. Kami hanya bisa terdiam sesaat dan memastikan kembali hasil tersebut memang benar, kemudian kami mulai menangis. Aku bertanya pada Tuhan "Why God", dan suaraNya yang lembut berkata, "Hidupnya milikKu nak." Kata-kata itu menyadarkanku bahwa memang hidup kita semua adalah milikNya, rencana apapun yang Dia buat untuk hidup kita adalah hak prerogatifNya Tuhan, hatiku mulai tenang dan aku mengucap syukur buat semuanya, aku juga mengucap syukur kalau aku diberi kesempatan untuk menjadi ibu dari anak-anakku Matthew dan Gabriel. Aku tetap mau berkata bahwa Tuhan itu baik, ajaib semua rancanganNya dan sempurna adanya.
Aku mulai menyadari bahwa saat Tuhan membawa aku untuk masuk dalam 'masa merendahkan diri' adalah untuk membuat aku siap menghadapi semua ini. Dan memang ternyata aku lebih tenang dan kuat dari suamiku, aku mengingatkan dia untuk tetap mengucap syukur walaupun hasilnya tidak seperti yang kami harapkan, dan juga aku menguatkan anakku yang pertama Matthew, bahwa kami adalah satu tim, "yuk kita sama-sama menjaga Gabriel," begitu ujarku pada Matthew dan dia bisa mengerti dan bisa mengucap syukur Tuhan telah memberikan dia seorang adik bagimanapun kondisinya, meskipun setiap berdoa dia selalu mendoakan untuk kesembuhan adiknya sambil menangis tetapi dia bisa menerima dan tetap mengucap syukur.
Ternyata masa berpuasaku belum selesai....harus terus berlanjut, tapi aku berkata "ga pa pa Biel, mommy rela melanjutkan puasa lagi karena kalau mommy berpuasa hanya selama menyusui 2 tahun atau lebih, tetapi kalau kau harus berpuasa selama hidupmu Biel." Masuk dalam 'masa merendahkan diri' juga mengajarkan aku untuk melepaskan keegoisanku sebagai seorang ibu yang merasa "memiliki" anak-anakku. Aku mulai menyerahkan kekhawatiranku tentang masa depan anak-anakku, dan mempersilahkan Tuhan untuk menjadi Tuhan dalam hidup anak-anakku dan aku akan tetap hanya sebagai seorang ibu yang akan terus berdoa buat mereka.
Imanku tidak menjadi goyah dengan kejadian tersebut, aku masih tetap yakin saatnya akan tiba Tuhan menyembuhkan Biel. Aku mau terus mengucap syukur untuk semua yang sudah Tuhan beri, suami, anak-anak, keluarga, teman-teman, kehidupanku......semuanya baik, karena Dia selalu memberikan yang terbaik. Walaupun tidak enak atau tidak baik menurut ukuran manusia, tetapi Dia selalu tahu pasti apa yang terbaik bagi kami dan itu yang Dia beri, "semuanya untuk mendatangkan kebaikan bagi kami dan juga bagi kemuliaanNya."

Love for All Seasons

No matter which season my teens are passing through, rely on GOD to give me wisdom & strength to love them well through their winter, sp...